ACEH SINGKIL, Zonamerdeka.com — Sidang putusan sela perkara Yakarim Munir di PN Aceh Singkil, Rabu (8/10/2025), kini kembali menjadi sorotan publik. Majelis Hakim menolak seluruh eksepsi penasihat hukum dari terdakwa dan memutuskan perkara ini dilanjutkan ke pokok perkara.
Menurut Majelis Hakim Pengadilan Negeri Singkil dalil yang dikemukakan penasihat hukum dalam eksepsinya sudah masuk ke materi pokok perkara.
Untuk itu, majelis hakim mengenyampingkan eksepsi dari penasihat hukum, kemudian memerintahkan pemeriksaan dilanjutkan ke pokok perkara.
Menanggapi putusan sela tersebut, Kuasa Hukum Yakarim kepada media menuturkan bahwa pihaknya akan membuktikan dalam pembuktian di persidangan nanti bahwa perkara ini murni perdata dan bukan pidana.
“Sejak awal kami sudah sampaikan, kami yakin ini perkara perdata. Proses pidana yang sedang dijalankan terhadap Yakarim memang tidak seharusnya. Selain itu, perkara perdata terkait hal ini juga sedang berproses di Pengadilan Negeri Singkil,” ujar kuasa hukum.
“Kami memiliki bukti yang cukup kuat bahwa ini perkara perdata. Akan kami sampaikan di muka persidangan nanti. Kami juga berharap putusan akhir perkara pidana ini akan tetap menemukan kebenaran dan keadilan yang sesungguhnya, bahwa Yakarim Munir tidak bersalah,” tegasnya.
Majelis hakim yang menolak seluruh eksepsi tim penasihat hukum terdakwa dinilai telah mengaburkan batas antara perkara perdata dan pidana.
Ketua Tim Penasihat Hukum, Zahrul, S.H., menilai langkah majelis hakim telah menyimpang dari prinsip hukum Mahkamah Agung (SEMA No. 4 Tahun 2016) yang menegaskan bahwa sengketa keperdataan tidak dapat dijerat pidana.
“Kalau tafsir seperti ini dibiarkan, siapa pun bisa dipenjara hanya karena sengketa bisnis. Ini preseden berbahaya,” tegas Zahrul usai sidang.
“Ketika perdata dipaksa jadi pidana, yang diadili bukan terdakwa, tapi rasa keadilan itu sendiri,” ujarnya tajam.
Menurut Zahrul, majelis hakim kini gagal menegakkan keadilan substantif dan justru berlindung di balik tafsir prosedural yang kaku.
“Keadilan mati ketika hakim tak lagi mampu membedakan perdata dan pidana,” sindirnya.
Sementara itu, Juru Bicara PN Aceh Singkil, Molalan Zebua, S.H., M.H., Menegaskan bahwa keputusan menolak penangguhan penahanan maupun eksepsi adalah kewenangan penuh majelis hakim.
“Saya tidak bisa masuk ke pokok perkara karena sidang masih berjalan. Namun, soal terkait penahanan sepenuhnya menjadi kewenangan majelis,” jelas Molalan.
Molalan juga membenarkan bahwa Yakarim Munir telah menggugat PT Delima Makmur dan Rahmatullah secara perdata (Nomor Perkara: 09/Pdt.G/2025/PN.Skl), namun menegaskan bahwa gugatan tersebut tidak berpengaruh terhadap proses pidana.
“Perkara perdata itu soal wanprestasi. Dua perkara ini berbeda,” tegasnya.
Molalan juga menutup dengan menyatakan komitmen Pengadilan Negeri Aceh Singkil tetap menjaga netralitas dan independensi Peradilan." Pungkasnya. (Sakdam Husen)
