Notification

×

Iklan

Iklan

Dugaan Plasma Fiktif, HGU Cacat, dan Hingga Indikasi Gratifikasi PT Delima Makmur

10 October 2025


 



Dok : Screen Shoot SK HGU Kementrian ATR/BPN Republik Indonesia dan Sertifikat HGU dari BPN Aceh Singkil untuk PT Delima Makmur di areal Lahan Seluas 2576 Hektare


ACEH SINGKIL, Zonamerdeka.com -- Setelah puluhan tahun menikmati ribuan hektare lahan di Kabupaten Aceh Singkil. PT Delima Makmur kini tak bisa lagi sembunyi dibalik jargon kebun plasma, Jum'at (10/10/2025) 


"Janji plasma yang selama ini dijual kepada publik terbukti hanya propaganda. Memasuki 2025, tidak ada satu hektare pun ada kebun plasma yang direalisasikan dari total HGU 2.576 hektare di Kecamatan Danau Paris.


Ini bukan pelanggaran ringan. SK Menteri ATR/BPN Nomor 92/HGU/KEM-ATR/BPN/XII/2021 secara tegas bahwa mewajibkan perusahaan menyediakan plasma 20 persen, dan tenggat waktunya sudah lewat dua tahun. 


"Ketentuan ini diperkuat UU Nomor 39 Tahun 2014 dan Permen ATR/BPN Nomor 7 Tahun 2017 yang memberi dasar hukum, untuk pencabutan HGU bagi perusahaan bandel.


Tak hanya itu, Pasal 107 UU Perkebunan mengancam pidana 5 tahun penjara dan denda hingga Rp10 miliar bagi perusahaan yang sengaja tidak memenuhi kewajiban plasma. 


"Jika ini dibiarkan, negara tampak kalah oleh korporasi. Kini yang lebih mencengangkan, bahwa pelanggaran kewajiban plasma bukan satu-satunya masalah. 


Dimana ada sinyal kuat soal penyimpangan dalam penerbitan sertifikat HGU Nomor 28 atas nama PT Delima Makmur. Ketua LMR-RI Aceh Singkil–Subulussalam, Yakarim Munir, telah pernah melaporkan terkait kasus ini ke Kejaksaan Negeri Aceh Singkil sejak 27 Mei 2025.


Yakarim mengungkap dugaan gratifikasi dan penyalahgunaan kewenangan. Selanjutnya Ia mempertanyakan legalitas penerbitan HGU seluas 2.576 hektare oleh kantor pertanahan kabupaten, yang jelas tidak memiliki hak menerbitkan Sertifikat HGU seluas itu.


Peraturan Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1999 menyatakan bahwa HGU di atas 200 hektare hanya bisa diterbitkan, diperpanjang, atau di perbarui oleh Menteri ATR/BPN. "Jika benar sertifikat diterbitkan di tingkat kabupaten, maka status hukumnya tidak sah dan dapat dibatalkan.


"Kalau sertifikat sebesar itu diterbitkan di tingkat kabupaten, itu bukan sekadar cacat administrasi. Akan tetapi Itu penyalahgunaan kewenangan yang bisa menyeret pejabat dan perusahaan ke pidana,” tegas Yakarim.


Ia memperingatkan pemerintah agar tidak bermain mata dengan korporasi. “Negara tidak boleh tunduk. Kalau aturan dilanggar, HGU harus dicabut dan proses hukumnya dijalankan. Ini bukan pilihan, ini kewajiban,” ujarnya.


Menariknya, ketika dimintai klarifikasi, pihak perusahaan memilih diam. Konfirmasi itu kepada Humas PT Delima Makmur, Husni Lubis, melalui nomor WhatsApp 0813 - 7256-XXXX sudah terbaca—centang reg biru dua aktif—namun tidak dijawab.


Dalam isu serius, bahwa pihak perusahaan biasanya bereaksi cepat. Tetapi dalam kasus ini, diam justru memperkuat dugaan bahwa ada yang disembunyikan. 


Publik kini bertanya: kenapa mereka memilih bungkam? Karena butuh waktu merangkai alasan, atau karena tak punya dasar untuk membantah?


Terkait dengan dugaan, bahwa pelanggaran kewajiban plasma, penerbitan Sertifikat HGU yang melampaui kewenangan, dan potensi gratifikasi, bola panas kini berada ditangan Aparat Penegak Hukum (APH). (Sakdam Husen )





ikuti zonamerdeka.com di Google News

klik disini