Notification

×

Iklan

Iklan

Andil Penting Zulkifli Hasan, Ubah Status Tumpang Pitu dari Hutan Lindung Menjadi Hutan Produksi

19 December 2025 | 7:57 AM WIB | Last Updated 2025-12-19T01:16:54Z
SK Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan Nomor 826 Tahun 2013 menurunkan status Hutan Lindung Tumpang Pitu seluas 1.942 hektare dan memicu polemik lingkungan.

 

zonamerdeka.com - Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.826/Menhut-II/2013 menjadi dasar hukum alih fungsi Hutan Lindung Gunung Tumpang Pitu. Keputusan ini ditetapkan pada 19 November 2013.


SK tersebut ditandatangani oleh Menteri Kehutanan saat itu, Zulkifli Hasan. Melalui keputusan ini, status Hutan Lindung Gunung Tumpang Pitu diturunkan menjadi hutan produksi tetap.


Lokasi kawasan yang dialihfungsikan berada di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Luas hutan lindung yang diturunkan statusnya mencapai 1.942 hektare.


Perubahan status kawasan ini berdampak langsung pada aktivitas di dalamnya.
Alih fungsi tersebut membuka jalan bagi kegiatan pertambangan.


Salah satu aktivitas yang kemudian berkembang adalah pertambangan emas.
Kegiatan tambang dinilai tidak memungkinkan dilakukan selama kawasan berstatus hutan lindung.


Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) menyoroti keputusan perubahan itu. Berubahnya status menjadi hutan produksi tumpang pitu itu menjadi dasar dasar hukum dan alasan dimulainya pengerukan emas di tanah Blambangan.


Sejumlah organisasi lingkungan ikut menyoroti terbitnya SK tersebut. Selain Jaringan Advokasi Tambang ada juga Wahana Lingkungan Hidup Indonesia yang juga menyampaikan keberatan.


SK ini dinilai menimbulkan konflik lingkungan. Dampak terhadap ekosistem, sumber air, dan kehidupan warga sekitar menjadi sorotan.


Kontroversi juga muncul terkait aspek hukum keputusan tersebut. Sejumlah kajian dan petisi menyebut SK ini diduga bertentangan dengan berbagai peraturan.


Aturan yang dipersoalkan antara lain Undang-Undang Kehutanan.
Selain itu, disebut pula potensi pelanggaran terhadap aturan penataan ruang.


Regulasi pertambangan mineral dan batu bara turut menjadi rujukan kritik.
Undang-undang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup juga disebut dalam kajian tersebut.


Meski menuai protes, SK Nomor SK.826/Menhut-II/2013 tetap menjadi pijakan legal perubahan status kawasan. Keputusan ini menjadi titik awal perdebatan panjang terkait tambang emas Tumpang Pitu.


Hingga kini, SK tersebut masih disebut sebagai dasar utama alih fungsi kawasan lindung.
Dampak ekologis dan legalitasnya terus menjadi perhatian publik. (ton)


Sekilas Tambang Emas Tumpang Pitu

Total konsesi IUP Operasi Produksi mencapai 4.998 hektare, tetapi operasi aktif hanya menggunakan sekitar 1.115 hektare hingga 992 hektare untuk tambang terbuka (open pit).​


Laporan warga dan media pada 2025 menggambarkan kawasan kini gundul dan rusak parah akibat aktivitas tambang, meski data pasti luas penebangan tidak tersedia secara eksak; kritik fokus pada hilangnya vegetasi di Petak 78 dan sekitarnya.​


Mongabay.co.id dalam laporan 2015 menyebut Zulkifli Hasan “tega” mengubah status 1.942 hektar hutan lindung menjadi hutan produksi, merugikan masyarakat dan ekosistem.​


Warga Desa Sumberagung dan paguyuban lokal seperti FK3I Korda Jatim juga mengkritik melalui demonstrasi sejak 2015, menolak dampak lingkungan dan alih fungsi hutan tersebut.


Laporan akademis serta media sosial memperkuat narasi ini, menuding keputusan tersebut melanggar aturan kawasan lindung.​


Kronologi izin penambangan emas di Tumpang Pitu, Banyuwangi, dimulai dari eksplorasi awal pada 1990-an dan berlanjut hingga alih fungsi hutan lindung pada 2013, dengan kontroversi lingkungan yang muncul sejak 2015.​


Tahap Awal Eksplorasi (1991-2006)

1991-1994: PT Gamasiantara (Golden Eagle Indonesia) memulai eksplorasi emas.

1994-1997: Dilanjutkan oleh Korea Toosun Holding.

1997: Golden Valley Mines; 1999-2000: Placer Dome dan Hakman Group JV.

2000: PT Banyuwangi Mineral mengajukan izin prinsip Kontrak Karya untuk 150.000 ha.

2006: PT Indo Multi Cipta (IMC) mendapat SKIP dan Kuasa Pertambangan Penyelidikan; Hakman berakhir perizinannya.​


Peralihan ke Produksi (2007-2012)

2007: IMC berubah menjadi PT Indo Multi Niaga (IMN), mendapat Kuasa Pertambangan Eksplorasi 11.621 ha.

2008: Kuasa Pertambangan Eksploitasi diterbitkan.

2010: Disesuaikan menjadi IUP Operasi Produksi seluas 4.998 ha oleh Bupati Ratna Ani Lestari (UU No.4/2009).

2012: IMN mengalihkan IUP ke PT Bumi Suksesindo (BSI) via SK Bupati No. 188/547/KEP/429.011/2012 (9 Juli) dan amandemen 7 Desember.​


Alih Fungsi Hutan dan Konflik (2013 - Sekarang)

Oktober 2012: Bupati Abdullah Azwar Anas usul ubah 9.743 ha hutan lindung jadi produksi.

19 November 2013: SK Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan No. 826/Menhut-II/2013 alih fungsi 1.942 ha.

2015-2016: Konflik warga Desa Sumberagung,etisi JATAM, dan status Objek Vital Nasional (SK Menteri 2016).

2023-2024: Kritik WALHI dan Komnas HAM soal dampak lingkungan berlanjut. ***